Monday, July 26, 2010

Journey to Jogja: Jogja Geographic

Jogja itu propinsi yang ukurannya kecil banget, yang kayanya dua hari aja udah bisa muter-muter satu propinsi. Masih kalah sama Bali sih ya, kata dosen gue yang asli sana, propinsi Bali cukup dijelajah dengan waktu sehari aja. Tapi kalau dibandingin sama propinsi Jawa Barat yang luas banget, yang bahkan ibukotanya--Bandung--sendiri gue ga hafal seluk-beluknya, Jogja tetaplah suatu propinsi kemasan imut (kepengaruh bahasa iklan :p)

Kota Jogjanya pun ga seberapa luas dibanding 4 kabupaten yang mengelilinginya. Kota Jogja yang dikenal orang dengan Malioboro, gudeg, pusat segala hotel dan penginapan, berada di tengah-tengah. Di sebelah utara, yang ada Gunung Merapi, adalah kabupaten Sleman. Kabupaten Kulon Progo di sebelah barat, kabupaten Gunung Kidul di sebelah timur, dan kabupaten Bantul di sebelah selatan. Senengnya, gue sudah menapaki kelima wilayah itu, hehe.


Kabupaten Sleman itu tempat KP gue, yang tinggal 2 km dari rumah tempat gue tinggal, dapat berjumpalah kita dengan Mbah Maridjan sang juru kunci Gunung Merapi. Sayangnya kemarin gue ngga explore kesana. Kabupaten Bantul dan dan Kulon Progo cuma gue lewatin pas perjalanan pulang aja. Sedangkan kalau Kabupaten Gunung Kidul adalah ketika gue diajak sama Bapak Medi sang direktur ST. Media Agro Merapi ke LIPI Jogja. Bukannya di suatu tempat yang gampang dijangkau di kota, gedung LIPI ini berdiri di suatu tempat di gunung. Jadi perjalanan kesana juga lumayan, jauh dan belok-belok. Gue yang ga tahan dengan medan kaya gitu apalagi di dalem mobil yang ngebut, cuma bisa merem.

Pulang dari LIPI: istirahat dulu sambil ngebakso di sebelah gapura Gunung Kidul :p

 Mei, Ibu Medi, Rio (anaknya), Tamtam, Pak Medi, gue--sembari menunggu pesanan :D

Jadi, kalau mau ke Jogja--selain ke kota--ga ada salahnya kalau kita juga ke tourist attraction sites yang ada di kabupaten. Misalnya, di Sleman ada banyak banget wisata agro, kaya jamur, sayur-sayuran, atau salak pondoh di daerah Turi. Kalau yang mau wisata kampus selain UGM, UNY, atau kampus lain di utara sana, datenglah ke UMY di Bantul. Di Bantul juga katanya ada warung Sate Petir Pak Nono (barusan nonton di TransTV, hehe) yang nyediain sate dan tongseng kambing superpedes, ampe 50 biji cabe rawit di satu porsi! Kalau yang ngga tahan pedes bisa-bisa meninggal deh :p. Ngga ketinggalan, disana juga ada pantai Parangtritis, tapi sayang gara-gara banyak banget orang yang datang, pantainya jadi agak kurang bersih. Kalau mau destinasi pantai lain, cobain pantai Baron dan Kukup di Kabupaten Gunung Kidul atau pantai Glagah di Kabupaten Kulon Progo. Katanya disana pantainya masih asri dengan pasir putih dan air yang masih bening.

All right, itu sedikit sharing gue tentang Jogja secara geografis. 
Up next: Malioboro! (or else, depends on my mood, hehe)


Cheers!

Tuesday, July 20, 2010

Journey to Jogja: The Very First Day

Perantauan gue ke Jogja selama sebulan kemarin memberikan banyak sekali pengalaman dan nilai-nilai kehidupan yang mempengaruhi cara berpikir gue sekarang. Please mark it, yang banyak gue dapet adalah pengalaman dan bukan pengetahuan yang berguna untuk Kerja Praktek itu sendiri. Apalagi untuk laporan. Seharusnya sih gue harus mulai menggarapnya sekarang, tapi moodnya belum pulang tuh dari kutub, masih jauh perjalanan katanya :p

Keputusan ke Jogja itu sendiri datang dengan terburu-buru dan diambil atas nama takut. Takut kalau ga dapet tempat KP, yang merembet ke takut dibuang ke Labkes RSHS yang rumornya disuruh meriksa sampel-sampel yang menjijikan. Bahkan pas perjalanan ke Jogja, di bis malam, ketika semua orang (yang kayanya semuanya orang Jogja/Solo) tidur pulas, gue dan Mei berpandangan dan mempertanyakan "kita ngapain ya malem-malem, jauh-jauh ke Jogja?". Kita terkekeh sembari menanamkan optimisme di benak masing-masing dengan tangan yang ragu.

However, gue menikmati kedatangan gue di Jogja. Bahkan Mei bilang gue terlihat bahagia di minggu pertama kita datang. Hehe, untung aja gue suka travelling, taking photos, see and experience something new. Jadi, mungkin Journey to Jogja ini bakal lebih banyak nyeritain travel and livingnya disana, bukan tentang bagaimana KP gue (apalagi penelitiannya). Haha, I am so sick to tell it :p

Sarapan di Hotel Ibis

Jalan-jalan sekitar Malioboro

  Muter-muter pake delman sampai Alun-alun Selatan

Alun-alun Selatan itu yang ada pohon beringin kembar itu loh. Yang katanya kalo bisa jalan dari jarak jauh dan berhasil jalan diantara kedua pohon itu dengan mata tertutup, apapun keinginan kita bakal terkabul. Tamtam dan Mei nyobain, gue sih jadi juru rekam aja, hehe.


Kata orang sih memang sulit menembus beringin kembar itu, yang udah lurus-lurus dari awal, eh tiba-tiba belok. Tapi mereka berdua nyobain lagi dan akhirnya berhasil juga tuh.

Sehabis Tamtam check out dari hotel, kita naik taksi dan meluncur ke utara pake taksi. Di Jalan-Kaliurang-km 22.5-belok-ke-timur-400-meter lah tempat KP gue berdiri. Jangan bayangin gedung kotak besar bertingkat-tingkat berisi orang-orang penting yang memakai jas lab, ID card dan pulpen tersemat di sakunya. Jangan bayangin segala prosedur dan formulir resmi yang menyambut mahasiswa KP. Jangan bayangin apa-apa. Sesungguhnya oh sesungguhnya bulu roma gue merinding dari ujung kepala sampai ujung kaki pas liat tempat KP gue. People do judge by its cover, I believe.

This is it: Sanggar Tani Media Agro Merapi Jogjakarta

Wisma Oplosh, bagus tapi 300.000 per malem :(

Hari itu berakhir di Wisma Oplosh, beristirahat satu malam dan merundingkan dimana malam berikutnya kita akan tinggal: tetep di situ atau di rumah warga. Dan dengan menutupnya kelopak mata gue, tertutup pula hari itu, my very first day in Jogja. Tak ada mimpi, hidayah, atau firasat apapun tentang kehidupan gue sebulan ke depan... because the ship is about to start sailing...


Cheers!

Saturday, July 17, 2010

Ini Fansmu Sedang Meracau, Bang Andrea! :D

Aku pulaaaaang :D

Haha, sebenernya sih gue pulang hari Senin kemarin, cuma baru sempet posting sekarang, 6 hari setelah menginjak tanah Parahyangan. Oh damn, internet di rumah gue yang sebulan kemarin di-off (karena gue resmi ga akan pake selama KP Juni kemarin), sekarang malah menemui masalah pas mau di-on-in lagi. Jadi, untuk pengaktifan internetnya harus melalui suatu alat di rumah tetangga gue. Alat itu disimpen di balkon lantai dua rumahnya. NAH! Masalahnya kemudian, kunci buat ke balkonnya hilang.
Oh, please, please, please.. -______-
Sepertinya warnet akan menjadi sahabat gue dalam waktu dekat.

Yang lebih penting, hari Kamis kemarin gue datang ke acara Meet & Greet Andrea Hirata di Gramedia. Yaaay! Gue kesana sendiri dan udah kaya orang autis aja senyam-senyum sendiri pas Andrea Hirata dateng dari lantai bawah lewat eskalator yang dikawal sama satpam. Gue langsung mengangkat kamera gue dan jeprat-jepret, sekalian sok sibuk, takut ditanya dan disuruh maju ke depan, hehe. Dan setelah gue liat sekeliling, yang bawa kamera digital ternyata hanyalah gue seorang. Yang lainnya kebanyakan pake hape yang piksel kameranya oke. Keliatan banget sih gue niat dari rumah pengen foto-foto! :p




Acaranya cuma sebentar, sejam itu udah sesi tanya jawab, games, ngantri minta tandatangan dan sesi foto-foto. Jujur, gue baru pertama kali berada dalam situasi begini, ketemu artis. Makanya gue agak gugup pas ngantri minta tandatangan dan foto. Tapi, dari kenorakan gue kemarin, gue punya beberapa tips bagi para pembaca yang merasa udik seperti saya, dikhususkan bagi pembaca yang pengin ketemu artis agar waktunya dengan si idola menjadi saat-saat yang berkualitas:

1. Kalau Anda datang sendiri, jangan ragu untuk meminta orang lain untuk mengambil foto Anda dengan si artis. Berdasarkan pengalaman saya, memang lebih baik datang ke acara seperti ini mengajak teman atau pasangan untuk menjadi partner histeria.
2. PASTIKAN--penting ini--pastikan orang yang dimintai memfoto adalah orang yang cukup kompeten dalam mengambil gambar, karena pasti Anda tidak ingin kehilangan momen berharga dalam waktu yang singkat itu. 
3. Kalau minta tandatangan, biar lebih berkesan untuk kita, mintalah si idola menuliskan nama kita sebelum tandatangannya. Tulisan asli sang artis yang menuliskan nama kita akan memberi sensasi seolah buku itu hanya dicetak satu biji hanya untuk kita. Sialnya gue kemarin tidak begitu.
4. Untuk menghasilkan foto indah nan sarat makna, jangan lupa barang yang berkaitan dengan si idola (dalam hal Andrea Hirata adalah buku terbarunya) diikutsertakan pula ketika kita foto bareng sama si idola. Foto pertama gue, karena gugup, hanyalah foto berdua sama Bang Andrea (sok kenal :p). Maka, setelah dipikir-pikir, gue harus foto lagi dengan buku terpampang diantara kami. Untuk itulah, saat antrian habis, gue datang lagi ke beliau, hanya untuk minta foto lagi. Tapi sayang seribu sayang, foto yang dihasilkan pun tidak memuaskan hati walaupun udah dicoba dua kali. Di akhir, beliau bilang sambil bercanda, "Untuk dipajang di Facebook, ya?". Hehe, maaf ya Bang, mugkin saya ini fans Andrea Hirata paling norak setanah air.



Hei Bang, lihat kemana, Bang?

But anyhow, gue senang sekali hari itu. Semuanya dilakukan atas inisiatif gue sendiri, bukunya pun dibeli dengan uang gue sendiri, hoho :D

Oh iya, buku terbarunya Andrea Hirata itu punya sesuatu yang unik. Jadi, satu buku itu ada dua judul, Padang Bulan dan Cinta di Dalam Gelas. Bentuknya pun layaknya 2 buku dijadikan 1. Kalau udah sampai di halaman terakhir Padang Bulan, jangan diterusin baca halaman selanjutnya. Bukunya dibalik dulu, mundur sampai halaman pertama Cinta di Dalam Gelas, baru bisa dibaca :D


"Salam, Andrea Hirata" :)

Karyanya kali ini merupakan dwilogi, dan meminjam kata-kata beliau, "Novel ini bisa disebut lanjutan tetralogi Laskar Pelangi karena setting dan beberapa tokohnya sama. Tapi bisa juga bukan karena tokoh-tokohnya di dalamnya dibangun kembali dari awal."
Gue sendiri baru baca Padang Bulan sampai Mozaik 22, nanti pulang mau lanjutin lagi :)

Cheers!