Wednesday, November 22, 2017

Berani Ngomong

Apa sih yang pertama kali pertama terpikir ketika denger kata "speak up"?

Meski mungkin sering ketemu di buku-buku berbahasa Inggris, kayanya gw pun baru ngeh ketika ngerjain proyeknya PermataBank di Pinteraktif dulu. Waktu itu topiknya adalah macam-macam kode etik dan dari sekian banyak poin, ada poin "speak up". Kode etik yang dimaksud emang lebih ke praktik pencegahan pencucian uang, penyuapan, dan hal perbankan lainnya. Karyawan diharapkan bisa speak up alias berani ngomong/eskalasi ke tingkat manajer/yang memegang kepentingan kalau-kalau ada kecurangan yang dia lihat.

Jadi, speak up adalah berani ngomong.

Waktu itu gw gak kebayang apa susahnya ngomong kalau ada sesuatu yang aneh terkait transaksi atau tindakan mencurigakan di kantor. "Speak up tuh gimana ya? Apa bukannya tinggal ngomong aja gitu, misal 'pak, kok si ini kemarin saya lihat nerima parsel' ke atasannya?" demikian pikiran lugu gw saat itu.

Little did I know, ternyata speak up adalah sebuah skill tersendiri dan gak gampang dilakukan. Setidaknya buat gw, sang pecinta damai yang menghindari konflik dan kalau ada konflik pun jadinya bara dalam sekam sambil berharap masalahnya hilang secara mejik.

Hal ini terjadi beberapa bulan yang lalu. Masalahnya ada di komunikasi gw dengan atasan--yang ternyata bukan cuma gw aja yang merasa, but the whole team, if I must say. Ceritanya panjang banget dan penuh dengan konflik duka lara haha tapi intinya dia (diaaa~) encouraged me to speak up.

"Kalau gak dikasih tahu ke orangnya, ya gak akan selesai masalahnya," demikian dia berucap. Kebiasaan ghibah kan ya, kalau ada gak suka sama orang, ciwik-ciwik ni kemudian berkeluh kesah saja ke sesamanya, kadang malah nambahin bensin. :))

Long story short, gw pun speak up ke atasan. Hal itu akhirnya gw lakukan setelah keengganan sekian lama sampai pada kesadaran ya kalau gak ngomong, it may affect the team's future development. Mungkin speak ini bermanfaat gak cuma untuk kebaikan diri sendiri, tapi juga untuk kebaikan tim, dan kebaikan perusahaan.

Mungkin beda kali ya, "speak up" kaya di perbankan yang gw mention sebelumnya dengan "speak up" soal kerja ke atasan. Ibaratnya, kalo yang "speak up" perbankan gitu kayak ngadu, orangnya mah gak tahu kalau kita ngomongin dia. Kalau "speak up" yang ini kan langsung ngomong "maneh aral, urang teu resep" straight to the person's face. Ada banyak bebannya bagi gw, intinya ya gak enakan aja. Pertama, sekali lagi, gw anaknya gak biasa kasih kritikan dan tidak pandai berargumen face-to-face. Kedua, ini gw ngomong sama atasan. Walaupun secara umur di bawah gw, tapi saya ini berprinsip dimana dia punya kekuasaan disitulah kebenaran berada (naon). Ya intinya gw ini lemah sama orang yang punya otoritas. Lemah sekaligus benci haha karena gw pengen juga sepowerful orang itu.

What I'm trying to say is that speaking up is one of the skills we should have. Ada hal-hal yang harus dilatih ketika mau ngomong, gw harus:
- berani
- jangan takut salah (bedanya sama yang atas apa ya, lol)
- sadar akan konsekuensi (mempertimbangkan kalau gw gak ngomong, dampaknya apa)
- kritis (bagi gw yang mentalnya "yaudahlah" ini tantangan sih), tapi jangan juga clouded by emotion doang, harus bisa include logical reasoning.

Well, mungkin belum seambis Lisa Simpson
Anyway, tadi sempet nyari juga artinya speak up apa. Ternyata sebenernya "speak up" tuh lebih ke speak louder like in "speak up, I can't hear you". Nah, kalau "speak out" itu yang "express one's feelings or opinions frankly and publicly". Tapi gak salah juga sih pake "speak up", hanya saja lebih tepat "speak out".

Demikian. Kalau speak up/out versi temen-temen apa? Share in the comment below and let's share experiences *ala-ala artis yutup.

Cheers!

No comments:

Post a Comment