Monday, July 31, 2017

Makan Ikan

Cuma 2 jenis makanan yang gw gak suka: yang gak ada rasanya dan yang ribet dimakan.

Dengan asas poin kedua tersebut, maka ikan utuh termasuk makanan yang gak akan dipilih kalau ada di menu. Beda cerita kalau ikannya udah di-fillet atau dalam bentuk nugget yang tinggal hap, gak mesti mikir. Kalo ikan utuh tuh males banget gitu rasanya kalau harus mretelin duri-durinya yang kecil, yang kadang bersembunyi gak keliatan di antara daging. Ketika lagi lapar pengen makan malah jadi peer lagi gitu untuk ngeluarin duri-durinya. Mending kalau dapet, ini pernah nyangkut di tenggorokan jadi sakit banget kalo nelen. Akhirnya bisa diambil walaupun drama.

I'd rather not :p (source)

Tapi itu dulu, sebelum di eFishery. :p

Sekarang, setelah banyak baca dan denger soal dinamika petani ikan gitu, gw jadi bisa mulai menghargai jerih payah mereka menghasilkan ikan konsumsi. Menghargai dengan memakan apa yang mereka hasilkan. Yang mereka hitung pakannya setiap hari. Yang mereka pikirkan kesehatannya. Yang mereka pikirkan kualitas airnya. Caranya ya dengan mau makan ikan. Terutama ketika tim bikin konten "yuk makan ikan" terus rasanya hipokrit kalau sendirinya gak makan ikan. Maka, sekarang sih udah mau "ribet" makan ikan. Tadi malem aja kebetulan banget tuh menunya ikan nila bumbu kuning.

Nah, kalau nila enak sih, durinya gede-gede jadi gampang untuk misahinnya dari daging. Ikan mas yang emang agak peer karena durinya kecil dan halus tapi kalau nyangkut berasa bisul gak enaknya. Lele masih okay-ish. Karena lele kan biasanya tasty ya bumbunya jadi terbantu lah dengan mengecap bumbunya dulu selagi susah ngambilin duri-durinya. Mackerel, tuna, salmon gitu mah jelas sih enak dan gak ribet, secara serving portionnya gak akan sampai ke duri. Ikan medium (10 cm-an) masih gw skip karena ukurannya nanggung dan biasanya 50:50 antara duri/kepala/jeroannya dan daging yang bisa dimakan. Ikan baby oke lah kalau digoreng kering, lumayan pengganti kerupuk.

Kalau gini kan enak ya tinggal hap :p (source)

Ikan, terutama yang dibudidaya, ini diprediksi akan jadi ayam-nya pangan masa depan. Kenapa? Karena dalam area luas yang sama, one can produce more fish dibanding hewan pedaging lain. Mass production in a gigantic number is very much needed for our growing population. Jadi, kalau gw mau jadi world citizen yang sumber proteinnya dari ikan, dari sekarang harus mau makan ikan. Tapi kan kalau dibikin fillet mah I'd love to aja sih. Yaa, setidaknya ngelatih diri sendiri yang punya prinsip "gak mau ribet" ini. :p

Cheers!
#31dayswritingchallenge #day27

Sunday, July 30, 2017

Ke Bandung Planning Gallery, Yuk!

Bandung punya tempat wisata baru lho!

Ada banyak alasan orang wisata ke Bandung. Kuliner, karena ada banyak banget tempat jajanan dengan range harga yang bervariasi, yang semua golongan SES bisa menikmati. Dulu sih nomor 2-nya setelah kuliner biasanya adalah belanja but I'm not sure sekarang emang masih ya? Orang mah sekarang ke Bandung banyak yang wisata ke alam-buatan macam Dusun Bambu, Floating Market, Bird Park, dan sejenisnya. Plus sekarang sih wisata taman kota tematik yang disuburkan kembali oleh pemkot juga jadi salah satu destinasi jalan-jalan favorit.

Kota kuliner, kota belanja, kota wisata-alam-sambil-ngadem, apa lagi ya sebutan untuk Bandung? Kota pendidikan, karena ada banyak perguruan tinggi favorit di kota ini. Kota kreatif, karena ada banyak komunitas kreatif yang isinya generasi muda penuh ide.

Coba kita padukan 3 hal terakhir tadi; antara spot wisata yang digagas pemkot + pendidikan + kreatif, lalu jadi...

... Bandung Planning Gallery!

Foto hasil sendiri masih di hp, mager mindahinnya :p. Foto nu batur heula weh.

Jadi, sesuai namanya, galeri yang digagas Bappelitbang ini isinya adalah informasi perencanaan kota Bandung di masa kini dan masa depan. Lebih dari itu, selain transparansi proyek, galeri ini sih tujuannya mengajak warganya untuk memahami Bandung secara utuh.

Di galeri ini ada ulasan tentang Bandung masa lalu, dari sejarah danau purba sampai masa kemerdekaan. Ada juga kondisi Bandung saat ini, berapa jumlah warga, pembagian kewilayahannya, dan fasilitas kota yang ada. Pengunjung juga bisa cari tahu soal rencana pembangunan transportasi dan aplikasi smart city yang sedang dicanangkan pemerintah, kayak monorel, penyewaan sepeda, Command Center, aplikasi SOS, juga perencanaan Bandung Teknopolis (Silicon Valley-nya Bandung kalo kata Kang Emil mah).

Uniknya, di galeri ini orang gak cuma baca dan lihat-lihat kayak di museum. Kita bisa dengerin audio tiap informasi di layar yang gak perlu pake alat yang disewa-sewa. Tinggal download aplikasinya di Playstore dan scan QR code di layar lewat app itu. Kita juga bisa interaksi/pilih informasi di layar pake touchscreen. Yang lebih seru lagi bisa main dress up jaman Bandung baheula pake teknologi AR (augmented reality). Terus bisa nyobain VR (virtual reality) camera buat experience gimana sih naik monorelnya Bandung nanti.

Suasana BPG

Kang Emil di salah satu pojok BPG
"Kumaha Pak, mabok gak naik monorel pake VR?" saur Kang Ipin.

Galeri ini adalah breakthrough karena ada banyak teknologi "kekinian" untuk menciptakan experience yang beda dari galeri biasa. Lokasinya ada di sebelah Taman Sejarah, Jalan Aceh. Satu komplek sama Balkot. Jadi kalau main ke daerah sana kuy ke BPG. Tanggal 1 Agustus besok adalah peresmiannya oleh Pak Wali, dari situ BPG akan beroperasi Senin - Sabtu jam 9 - 16. Bisa ditengok-tengok sikit bentuknya cem mana di sini dan sini.

Btw, kok promosi sih?

Jelas, karena dibayar. Haha, picik banget kedengerannya. Technically, gw ikut bantuin pengerjaan dari segi konten untuk BPG ini. Jadi, kalau nanti pas di area Smart City dan Urban Mobility, ingat-ingatlah muka saya. Kalau ada yang typo juga harap marahin saya ya--atau desainer yang copas-nya. :p

Proyek ini dikerjain udah dari akhir tahun 2015. Tidak selama itu sih sebenernya karena in the meantime, beberapa waktu sempet ditangguhkan karena satu hal dan lainnya. Alhamdulillah, akhirnya bisa dapat acc Kang Emil untuk launching. Kudos to our one and only boss, Kang Ipin, yang mengumpulkan kami semua untuk jadi tim dan yang berurusan sama dinas-dinas sampai beres.

Nuhun pisan, Kang, udah ngasih kesempatan gabung. Personally mah sangat senang dan bangga sih. Pertama, kerjaan ini adalah something that I love doing; membuat suatu informasi edukatif menjadi menarik untuk dinikmati orang. Kedua, this is a tiny tiny tiny tiny contribution that I can give for my own city. Terimakasih untuk menularkan semangat Bandung Juara with your witty and sharp view.

Segitu dulu pengenalan BPG-nya. Pokoknya, yang baca blogpost ini sampai paragraf terakhir wajib kesana ya!

Cheers!
#31dayswritingchallenge #day26 

Saturday, July 29, 2017

Malam Minggu

Malem minggu.

Biasanya orang ngapain ya kalau malem minggu? Tadi begitu mau belok ke jalanan komplek rumah, banyak mobil dan motor yang seliweran bikin macet. Rame betul kaya mau tahunbaruan. Tapi ya emang gitulah yang yang selalu terjadi di daerah Dago atas setiap malam minggu.

Mungkin hal yang pertama kepikiran di pikiran kita pas denger "malem minggu" itu ya begaul ke luar, melepas penat. Ada yang kemudian (ini paling mainstream) jalan sama pacar, nonton sama temen, nginep di rumah saudara--intinya ke luar rumah lah. Makanya malem minggu identik dengan macet. Tapi tentu saja gw jg tahu kalau sebagian lagi ngabisin malem minggunya di rumah aja, melakukan hal yang disuka--termasuk gw. Hal yang disuka: tidur. :p


Macet malem minggu

Sebetulnya agak terusik aja sih dengan kata "malem minggu". Terusik dan sirik, lebih tepatnya. Kalo "malem minggu" gitu kan berarti malem kan kegiatannya? Kayak tadi siang gitu misalnya, pas siang macetnya biasa, eh pas malem macetnya luar biasa (lebay sih tapi ya intinya lebih macet malem). Artinya kan banyak orang yang baru keluar rumah pas malem yah? Terus itu orang balikna jam sabaraha euy? Gw mah jam 9 juga udah harus di rumah!

Itu yang "malem mingguan" emang kagak dicariin sama emak bapaknya? Itu mah lu aja, wa. Oh iya juga sih.
Emak bapaknya kagak kenapa-kenapa gitu itu anaknya masih di luar rumah jam 11? Iya orang lain mah gak kaya elu, wa. Iya sih emang.

Deep inside sih gw juga pengen nih ceritanya "malem mingguan". Bukan yang pacaran gitu ya maksudnya (lagian gak pernah tahu rasanya "malem mingguan jalan sama pacar"). Tapi yang beraktivitas gitu lah di luar rumah. I mean, although I love my own room and doing nothing, kadang bosen juga dan pengen hingar-bingar di luar. Being a city girl I am (sok iyeh banget gadis kota padahal cupu), seneng aja gitu jalan-jalan kota di sabtu malam. Atau lihat bintang juga will do. Intinya ingin bebas pulang malaaam, ahahaha.

Pernah gitu di beberapa kesempatan dimana gw bisa pulang lebih dari jam 9 gitu di malam minggu (biasanya kalau pas lagi nginepan di rumah temen). Terus kayak wow gitu, berasa bad girl padahal mah naon :))). Salah satu cita-cita gw juga nanti adalah nonton midnight pas udah nikah. Kalau udah nyoba sekali kayaknya bakal puaaasss. Kalau udah nikah mah sepanjang sama si suami ya bebas dong mau pulang jam berapa. :))

Jadi inget temen yang ibunya protektif banget terus pas waktu kita seangkatan ke Singapur, I could see that she was soooo happy pas jalan-jalan malem di Orchard Road. Well, me too. Basa sundanya mah "siga kuda leupas ti gedogan" yang artinya "kayak kuda lepas dari kandang". Kayak, orang-orang macam kita ini tidak berusaha untuk jadi "liar" kok, kadang hanya ingin "bebas" dari suruhan orang dan menikmati waktu saja.

Cheers!
#31dayswritingchallenge #day25

Friday, July 28, 2017

Fav War Drama: Atonement

If you find a movie that includes:
  • World War (preferably II) setting
  • British setting
  • Based on true events
  • Tragic story
  • Benedict Cumberbatch
Then count me in. Or just let me watch it and let it consumes me for a couple of weeks. :p

Given the list, I can say that Atonement is one of my favorite movies. It's a fiction based on a novel with the same title, a war drama that is clearly inspired by the WW II as a background setting. This British movie casts my sherlockbaby Benedict Cumberbatch (not as a main character though) and is a tragic story. Plus, its amazing music background or "score" adds the melancholia which I always feel everytime I listen to it now.


Set in 1930 countryside of England, the story tells moments of misunderstanding around Cecilia, Briony, and Robbie. Cecilia and Briony are sisters from a wealthy family while Robbie is the housekeeper's son. Cecilia "Cee" and Robbie apparently attracts to each other and the innocent 13yo little sister feel kind of "alarmed" because Robbie has always been a nice person to Briony.

One time, Robbie wanted to send an apology letter because in the earlier noon, he broke a vase which then made Cee had to dive in a pond to find the piece. This broken vase scene was also the key because when Cee jumped out the pond, her clothes were all wet and Robbie just stood there watching her, intrigued by her look--and those were witnessed by Briony from a far. Consumed by lust after that moment, Robbie wrote a letter with a "sexual content" but then he put aside and started to write a formal one. Robbie then asked Briony to hand it to Cee.

Unfortunately, the letter was the first one. To make it worse, Briony read it, which made her more disturbed. Later that night, when the family had dinner together, Cee and Robbie finally confessed to each other and made love in Cee's house library. Again, out of curiosity, Briony trailed Cee's fallen earring and eventually found them in the library. Gosh, talking about personal space, Briony!

Cecilia, Briony, and Robbie
By witnessing their "romance activity", Briony was more convinced that Robbie was a "sex maniac harrasing her sister". In the middle of dinner, Briony's twin cousin gone missing and everybody searched for them, including the three. Briony then saw a man assaulting her other cousin and told everyone that it was Robbie who did it (while Robbie was the one who found the twin cousin who were gone missing). She showed the wrong letter to the police, as a proof that Robbie was always such a "bad guy".

Long story short, Robbie was put in jail and he decided to join the British army in order to got out of jail. Cee and Robbie met once before Robbie went to war and promised each other to wait and come back to build a life together. Can they fulfill their promises?

----

Just when after Robbie got into prison, the story became tragic because it shows how Cee, Robbie, and Briony lived their own lives, separated from each other. Of how Cee was devastated and never talked to her family after the dinner. Of how Robbie suffered emotional and physical pain during the war. Especially, of how Briony was filled with regret because she accused Robbie for a crime he didn't do.

The ending was quite a plot twist. I love it.

Atonement's score is all instrumental, I thought it would be suitable to be listened to while working but turns out I get so emotional and imagine the scenes instead. The sound of violin, piano, and a choir creates eerily beautiful tunes. The composer won an award for the score, though. Well deserved.



Well, if you like the war drama, especially set in British during WWII, this movie is a must-watch. I'm also gonna buy the book next month! Yay, so excited! If you guys have another recommendation on this genre, please let me know. ;)

Cheers!
#31dayswritingchallenge #day24

Thursday, July 27, 2017

Kopi-kopian

Kalian #teamkopi atau #teamteh?

Dulu, tentu saja teh lebih jadi favorit kalau disuruh milih antara teh atau kopi. Teh bisa dikonsumsi dari jaman bocah, jadinya pasti lebih wajar untuk jadi beverage, sewajar air putih. Teh botol, es teh manis juga emang udah populer jadi minuman pelepas dahaga kalau lagi siang-siang panas atau sebagai penutup setelah makan. Jarang kan orang haus terus pengen kopi.

Ketika kemudian di buffet-buffet hotel/seminar gitu ngeliat kopi, rasanya kabita gitu sama warna dan harumnya yang seksi. Kesannya dewasa banget cuy minum kopi. Gw pun cuma ngelirik iri aja sambil ngaduk teh manis. Selain karena gak biasa, ternyata (dulu) gw selalu deg-degan setiap nyobain minum kopi. In fact sebenernya dulu rasanya gw sering deg-degan tiba-tiba, atau bahasa kedokterannya (kata si mantan, cnah) palpitasi. Gw takut ada apa-apa gitu sama jantung. Tapi alhamdulillah sih sekarang udah nggak.

Sehingga ketika akhirnya nyobain minum kopi lagi, gak deg-degan dan bisa enjoy, asik! Lupa deh kopi jenis apa yang diminum pertama waktu itu. Yaa, gak jauh lah kayaknya dari kopi Goodday. Entah kesambet apa lalu akhirnya jadi doyan kopi deh akhir-akhir ini, rasanya gak lebih dari 2 tahun yang lalu.

Ngopi @ Spiegel Bar & Bistro, Semarang, sambil nunggu kereta pulang

Tapi, memang bukan kopi addict sejati yang tahu jenis kopi dari aromanya, yang ngerti banget bedanya robusta sama arabika--sampe efeknya kalau diproses pake V60, Vietnam drip, French press, atau tubruk--dan yang "cannot function before coffee" di pagi hari.

Kopi-kopian gw rangenya caffe latte/cappucino, Nescafe (instant bubuk, current fav), dan kopi susu ala Vietnam drip.


Caffe latte @ Dapur Eyang, Tubagus Ismail

Goodday dan kopi lucu ala Starbucks buat gw terlalu manis dan gak berasa kopinya. Kopi item tubruk yang pernah gw cobain adalah kopi Kapal Api. Duh, wangi sih itu, tapi ampasnya balaaaa.. dan pait (you don't say).


Sok-sokan bikin kopi Kapal Api tubruk di rumah

Sesekali juga nyobain kopi yang di-grind langsung sama barista kantor, tapi tetep gak paham enaknya kalau gak ditambah gula dan susu mah haha cupu. Kata temen-temen penikmat kopi mah "enak ini asemnya pas" atau "hmm, berasa rasa kacangnya". Tapi bagi gw mah pas udah nyeruput sekali, mikir, terus diam-diam nambahin "aksesoris" :))). Belum sih rasanya berani menjamah espresso atau ala-ala americano gitu yang pure coffee.

Entah sugesti atau apa, sekarang jadi berasa pengen kopi gitu tiap pergi kemana. Emang sih jadi ada rasa gimana gitu setelah minum kopi. Ada kick yang beda dibanding minum teh. Padahal gak jadi super melek juga. Kopi kopi, tunduh tunduh. Alias minum gak minum kopi, kalau ngantuk mah ya ngantuk aja.

Setidaknya sekarang kalau ke seminar/buffet atau ketika ke coffee shop gitu, gw bisa sok keren ngambil kopi, hihi.

Cheers!
#31dayswritingchallenge #day23

Wednesday, July 26, 2017

Surat Untuk CEO

Wah, Hari Berpasangan di #day22 #31dayswritingchallenge ini kebagian dipasangin sama Gibran. Temen seangkatan, temen sekelas di Biologi Umum 3 (kelas Bu Ayda bukan sih?), dan sehimpunan. Tapi, karena beda jurusan dan jarang interaksi, kadang anak Mikro suka ngeliat anak Biologi sebagai "tetangga sebelah" instead of temen seperjuangan. Mungkin karena itulah si Hawa ini malah asyik di lab, bukannya ikut sibuk di sekre Nymphaea. Haha, ampun, Gib.

Disclaimer dulu, jadi ceritanya di Hari Berpasangan ini tuh aturannya adalah harus menanggapi atau setidaknya terinspirasi tulisan pasangannya. Post yang ini juga dalam rangka Hari Berpasangan, btw, bedanya itu terinspirasi yang sangat implisit, hehe. Karena gak semua blog temen-temen dibaca (maapin), jadinya tadi baca dulu beberapa post yang keskip. To be honest, susah rasanya nanggepin one particular post doang karena ketika baca beberapa post jadinya terbentuk image dari si penulisnya--sehingga justru itu yang gw ambil, inspirasi dari cara pandang si pasangan.

Oops, menurut Gibran di post ini, penggunaan kata ganti "gw" adalah sesuatu yang harusnya ditinggalkan. Makanya, khusus hari ini, kata ganti orang pertama pake "aku" deh. Pake "saya" masih ngerasa getek. :))

Ini yang mau aku highlight sih. Tentang aku menjadi aku, dan Gibran menjadi dirinya.

"Aku" adalah kata ganti pertama yang aku pake secara default ke semua orang, kecuali sama keluarga. Di keluarga, semua orang menyebut dirinya dengan nama. Aku pake "gw-elu" hanya ketika ngomong sama diri sendiri dan sama Vika, sodara beda setahun yang deket banget dari kecil. Aku merasa "gw" sangat cocok dipake ketika ngomongin sesuatu yang sarkas. Ketika pake "aku", rasanya kalau mau marah-marah tuh gak keluar aja gitu. Sedangkan blog bagi aku adalah diary--which I always keep since junior high--yang isinya curahan hati, yang mostly tentu saja adalah obrolan sama diri sendiri. Maka itulah kenapa di blog, dari dulu, aku pake "gw". Aku merasa blog adalah sarana numpahin emosi aja, yang mentah dan meletup-letup. Kesel ya kesel, seneng ya seneng, galau ya galau. Dari dulu berarti belum berubah. :))

Beda sama Gibran. Tulisan blog dia yang dulu mungkin gak beda sama blog aku (yang dari dulu sampe sekarang gak berubah itu). But then I can imagine how he then grew up secara pemikiran, yang bertambah luas horizonnya dengan ketemu orang dan mau gak mau mengasahnya terus-menerus. I mean, Gibran kayaknya emang punya mental leader dari dulu (ketua OSIS, right?). Ketika dia jadi kahim Nymphaea juga udah keliatan jiwa pemimpinnya. Meskipun temen-temennya manggil dia Bancet dan selalu dibecandain, tapi mereka selalu respect sama keputusannya.

Ketika langkah demi langkah membuatnya "besar", Gibran juga paham kalau ide yang dia punya gak cuma buat konsumsi pribadi aja, tapi ada audiens yang baca. Itu, dan ditambah seiring dengan pemikirannya yang makin composed dan (dilatih) tersusun, kayaknya "mengubah" gaya bertuturnya jadi lebih dewasa, "sopan", dan gak jarang bahas sesuatu yang "berat"--karena curhat gak berfaedah tidak lagi menjadi sorotan, kalaupun curhat juga harus substansial.

Intinya sih, aku bisa membayangkan apa yang ada di balik tulisan-tulisan Gibran sekarang. Enak memang baca tulisan dia (di blog atau di status FB); rapi, emosinya composed, dan gagasannya terstruktur. And I'm proud of him yang sekarang sangat dihormati sebagai CEO dan diperhitungkan sebagai entrepreneur. Keren lah Bancet ini--btw kenapa sih dipanggil Bancet, Gib? :))

Can you spot me and Gibran in this photo?

Lalu hubungannya sama aku apa? To be honest, blog bagi aku sekarang "masih" menjadi media perpanjangan emosi dan pikiran yang mentah saja dituang. Kalau lihat isi blog aku mungkin ada yang gak beraturan ideanya, nyampur-nyampur antara English-Indonesia-Sunda, diselipin emoticon, banyak sub-idea--ya seperti itulah yang ada di otak aku. Blog "masih" jadi media untuk aku jujur sama diri sendiri. Kalau ada audiens selain temen-temen sendiri, mungkin bahasa blog ini akan lebih composed. :p

Tapi, pemikiran yang acakadut itu cuma di "dapur"nya aja kok. When I write for work, yang tentu saja ada audiensnya, I write comprehensively. In fact, itu yang aku jual sebagai tukang nulis sih, bagaimana menyampaikan sebuah ide dalam tulisan berupa informasi yang bisa dipahami. Aku pikir semua orang bisa nulis kayak gitu. Memang iya sih, banyak yang bisa nulis bagus. Tapi, pilihan masing-masing menjadikan aku fokus disini dan orang lain fokus di hal lain. Lagipula, ternyata, gak semua orang bisa melakukan apa yang aku lakukan.

Kesimpulannya,

Kita menempuh jalan yang mungkin berbeda, ditempa dengan cobaan terbaik yang Tuhan berikan--karena Tuhan tidak pernah salah memberikan ujian untuk setiap manusia.
Apa yang kita lihat, rasa, pikir, dan lakukan juga tidak sama. Tapi ternyata takdir menempatkan kita di ladang yang sama. Never thought of that!

Dulu kuning Nymphaea, kini toska eFishery

Gabung di eFishery sejujurnya bagi aku adalah sebuah stretching, Gib. Banyak hal yang mengharuskan aku untuk stretch out my comfort zone. Jadi banyak berpikir dan belajar. Yaa dulu pas kuliah juga gitu sih, tapi kan lingkupnya hanya kuliah aja. Sekarang, mungkin karena faktor umur udah lepas beberapa tahun di "rimba kehidupan nyata" setelah lulus, jadi scope "berpikir dan belajar"-nya pada kehidupan secara umum juga.


Wah, kenapa jadi baper ya. Penyakit nih, ah. Apa-apa dikaitin dengan emosi. Hihi.

Demikian surat saya untuk Pak Bos. Semoga kita bisa jadi manusia yang bermanfaat ya, Pak Bos! ;)

Cheers!
#31dayswritingchallenge #day22

Tuesday, July 25, 2017

Bahasa Cinta

Rindu yang tersesat dalam kata, menemukan muaranya dalam sentuhan.
Diam yang dipahami berdua, bersepakat dalam degupan.
Aku melihat diriku dalam wujudmu, dalam lembah memori yang perlahan-lahan kau sibak.
Mencoba berkaca pada cerukmu di tepian semak.

Dengan bola mata, cinta bertutur.
Tentang hantu masa lalu yang bertalu-talu menderaskan guntur.
Tentang angan masa depan yang takut akan gugur.
Bergemuruh asa dan bertarung logika, demi jalinan yang jujur.

Senja mengecup langit yang sedetik kemudian merona jingga.
Merah menyemburat malu-malu sekaligus berani menampakkan rona.
Direngkuhnya awan, yang menghempas lembut, terjatuh dengan sukarela.
Kau bertanya, apakah aku bahagia?

Pada senyum yang memeluk nyaman, kita menemukan jawaban.
---

Cheers!
#31dayswritingchallenge #day21

Monday, July 24, 2017

Pulang

Dalam semu kurasa sepi. Terkunci sebuah rasa yang tak tahu bagaimana caranya berinteraksi. Dalam aksara kusimpan langit. Sendu seperti senja yang lama-lama menggelap seiring perjalanan kita. Dalam ketiadaanmu, kutemukan garis senyum itu, merasuk pada setiap sudut imaji.

Tak tahu aku dimana harus berdiri. Atau duduk. Semuanya terasa tak pantas. Tak paham aku bermain cinta. Atau emosi. Semuanya terasa berdesak-desakan tanpa arah. Dan mata ini masih menangkap cahaya untuk dapat kunikmati dalam diam.


--

Cheers!
#31dayswritingchallenge #day20

Sunday, July 23, 2017

Nonton Apa Waktu Kecil?

Apa yang kalian tonton, dengar, dan baca saat masa kecil?

Karena hari ini topiknya adalah masa kecil, gw lagi mengingat-ngingat, apa ya yang extraordinary dari kehidupan di masa lalu?

Jaman SD yang gw ingat hanyalah fragmen-fragmen yang uncategorized. Kayak pas kelas 1 SD pernah suka sama anaknya temennya Mamah (ampun dah dari kelas 1 udah suka-sukaan), parno sama mister gepeng di lorong sekolah, main role play Sailormoon dan Cardcaptor Sakura, jajan "permen ekstasi Zarima", mandi bareng Vika di bathtub (namanya juga bocah) abis itu main masak-masakan, kadang bikin komik ala-ala Throbbing Tonight, ngefans berat sama Sherina, masuk kelas unggulan (sombong nih ceritanya), sampe jailin wali kelas pas kelas 6 SD.


Dulu di kantin SD Banjarsari mah ini teh disebut permen ekstasi,
rumornya mengandung obat terlarang yang dulu dipopulerkan sama Zarima

Mulai dari kelas 6 SD kayaknya apa yang kemudian gw lihat, tonton, dengar, dan baca, bawa pengaruh ke gw yang sekarang. Paling diinget adalah saat umur 11 itu mulai baca Harry Potter, dikenalin sama kakak pertama (yang berarti saat itu dia umur 22). Waktu itu tahunya cuma "buku ini lagi booming nih, baca", baca, dan akhirnya jadi Pottterhead sampe sekarang. Di saat yang bersamaan, gw mengobservasi kakak gw itu yang ternyata suka nulis. Inget banget dulu dia nulis cerita tentang singa betina dan anak-anaknya (lupa tapi ceritanaya gimana). Somehow, tulisan itu--plus didukung dari literasi Harry Potter, mendorong gw untuk mulai nulis juga.

Jaman SMP. Di sini gw dikenalin sama kasetnya Norah Jones, Maroon 5 (album Songs About Jane), bahkan Enya sama kakak kedua. Library musik gw pun kemudian nambah sendiri dengan betah nonton MTV. Dari situ lalu gw kenalan sama Blue, Dido, dan artis-artis ngehits pada jamannya lah. Termasuk kayak Natalie Imbruglia yang video Torn-nya adalah "konten dewasa" pertama yang gw lihat karena ada kissing scene-nya berapa detik, haha. Terus kalo soal boyband gitu herannya ketika temen-temen seneng sama Backstreet Boys dan Westlife, di gw kok rasanya mereka-mereka itu gak nempel ya.




Di kelas 2 gw temenan sama Rany, yang kemudian influence akan perbukuan. Kita berdua sama-sama suka cerita detektif dan sastra. Jadi, ketika biasanya baca Detective Conan atau Kindaichi, di masa SMP ini gw kenalan sama Agatha Christie. Seru banget rasanya waktu itu bahas kasus-kasus pembunuhan di setiap ceritanya. Bahkan waktu itu pernah sok-sokan nyelidikin uang yang hilang punya temen kelas sebelah. Kita juga sering pinjem buku-buku jadul di perpus sekolah atau toko buku macam Pitimoss. Sampai sekarang, Rany masih konsisten melahap buku-buku yang dibacanya dalam waktu singkat, beda sama gw yang baca satu buku aja (apalagi kalau gak rame) lama banget sampai harus dipaksa #abookamonth.

Nulis cerita masih terus gw lanjutkan di SMP. Ada beberapa cerpen yang diketik ulang dan disimpan. Puisi? Banyak. Diary? Gak usah ditanya. Kisah suka-sukaan tentu saja jadi topik utamanya. Dasar emang dari kecil udah kumincir. :p

SMP juga sebenernya adalah awal dimana gw fascinated by Biology. Waktu itu ada praktikum yang ngeliatin kalau tanaman juga "minum". Batang pacar air yang transparan kemudian dicelupkan ke air yang udah dikasih warna, terus ketika airnya "disedot" sama si tanamannya, I was completely in awe. Di situ sih bibit-bibit "suka biologi" yang lalu dibawa ke SMA.

Influence buku/film/musik di jaman SMA yang paling gw inget adalah saat itu kenalan sama The Lord of The Rings (actually lupa sih ini SMP apa SMA ya) dan Michael Buble. Milestone yang paling penting di SMA ini juga adalah kecintaan gw akan bahasa, baik Indonesia maupun Inggris, yang kepengaruh sama guru-guru pelajaran itu.

In fact, sampe sekarang pun gw masih terdedah banyak influence dari lingkungan sih.
My point is, gw sangat bersyukur inputan di masa kecil gw gak "alay". Karena somehow tindakan kita dalam menghadapi sesuatu di masa sekarang ini greatly influenced by something we watched/listened/read. Pilihan-pilihan yang jadi resort kita sekarang juga pasti gak jauh-jauh dari apa yang dinikmati dari kecil. Sayang dan miris aja gitu sekarang kalau lihat ada anak-anak kecil yang tontonannya sinetron alay, acara musik yang ngebego-begoin orang, atau gosip selebgram.

Intinya adalah, entertainment jaman kecil itu bakal ngaruh ke perkembangan, kebiasaan, dan sifat si anak. Gw disini juga tidak bisa langsung mengkotak-kotakan mana yang baik mana yang buruk sih. Setidaknya jadi self-reminder aja. Kalau dihubungin sama postingan soal cita-cita kemarin, maka gw berharap bisa ngasih (dan mengawasi) entertainment buat anak gw nantinya; yang mendidik, gak alay, but they can still have fun doing it--syukur-syukur terinspirasi positif buat selama hidupnya.

Demikian ilmu parenting guruntul Nutrisari saya malam ini.

Cheers!
#31dayswritingchallenge #day19

Saturday, July 22, 2017

Ms Yeah

Happy weekend, y'all!

Mari kita perkaya khazanah pengetahuan dengan menengok konten mendidik nan memotivasi dari seorang wanita karir yang menggunakan waktunya melakukan aktivitas terbaik dari kemampuan yang dimiliki.


KESAL KAN :))))

"Arrive late". Terus mukanya biasa aja. Lololol.

Jadi si Ms Yeah ini pertama kali gw liat adalah di video-video yang dishare di FB. Terus langsung suka karena absurd, gak jelas, dan bikin kesal--juuust like me! :))

It's very entertaining on a whole different level. Minim backsound, cuma office noise dalam video yang dicepetin, terus mukanya yang datar (I don't know which funnier, muka si Ms Yeah apa muka temen-temennya yang juga datar), plot twist dimana-mana. Most importantly, DIA MASAK MAKE ALAT-ALAT KANTOR. 

Katanya ini beneran kantornya dia, yang di sekitarnya juga office matesnya beneran. Tapi emang staged jadi bukan completely spontaneous. Cuma heran aja gitu dia kerjanya apaan. Datang ke kantor, terus masak, masakna hese deuih, bisa abis 8 jam sendiri.


Si ieu kabita mie instan terus ngerajut sendiri dong mienya. Tapi teh terus ke toko di luar kantor buat minta bumbu. KAN BISA BELI MIE INSTAN AJA YAH. :))))))


Si Ms Yeah ini masaknya totalitas banget. Dia selalu belanja sendiri, bahkan mancing ikan sendiri. Niat pisan ya Allah, bari jeung masih make baju kantor.

Tonton satu-satu aja deh video Youtubenya.

Anyway, kalo diliat dari semua videonya (gw cepet khatam yang beginian mah), emang si Ms Yeah ini beneran jago masak dan kreatif. Gimana gak kreatif atulah, doi bisa barbekyuan pake lampu, manggang bebek pake sinar matahari, bikin api sendiri buat bakar ikan. Terus kreatifnya gak cuma soal masak, ternyata doi ini jago karya dari alat/bahan masakannya, bikin kereta-keretaan, sculpting es, bikin mahyong-mahyongan, bahkan makeup aja dia bisa bikin dari tepung ya ampun. Itu lemari meja si Ms Yeah eusina tipung, bumbu, peso, solder, instead of kertas-kertas. Terus dia teh santai banget ngambilin barang-barang temennya. Terus si temen-temennya juga B aja gitu. They're be like, "oh, it's just miss yeah being weird again." :)))

Salut sih, apalagi ya ini masaknya unnecessarily hese! Sangat determined, sabar, dan niat. Kita yang liatnya mah enak, dicepetin dan tahu-tahu jadi. Dia yang ngerjainnya pasti takes a lot of time. Gw bikin telor dadar sosis pake cara normal aja pengen buru-buru beres. Lah ini, dese mau mie instan aja ngadonin tepung dulu, ngerajut mienya dulu.

After all, ini konten yang tujuannya emang menghibur sih and you've done a great job at making a content, Ms Yeah. I'm your fan! Keep cooking wildly!

Cheers!
#31dayswritingchallenge #day18

Friday, July 21, 2017

Jadi Istri

"Kadang gw pengen keliatan keren jadi wanita karir, tapi kadang gw juga pengen gendong anak aja sambil ngangetin sayur."

:))))

Sebuah meme dan celetukan temen yang gw lupa mana duluan yang sampe ke gw, tapi bisa kebetulan sama gitu. Mungkin itu yang dihadapi sama sebagian wanita-wanita, termasuk gw sih. True, kalo lagi capek mikir kerjaan dan (harus) sekolah (lagi), gw rasanya mau skip aja ke masa dimana gw udah nikah, happy di rumah, status "aman" karena ga akan ditanya kapan nikah, keuangan juga "terjamin" karena husband should do all the work, haha. Bayangannya adalah gw bisa santai di rumah, cari resep, belanja terus masak buat suami, suami dateng terus seneng-seneng berdua. Yha, namanya juga imajinasi dan harapan naif.

Tapi, ya pastinya it doesn't work like that sih.

Kalau boleh cerita dulu sedikit sih, gw rasanya dari dulu adalah tipe cewek yang married-oriented (bisa ditengok buktinya di postingan Hawa jaman alay tahun 2009). Mungkin karena pengaruh punya kakak-kakak perempuan yang beda umurnya jauh kali ya, dimana ketika mereka nikah, gw masih SMA. Sehingga di usia awkward gitu, gw udah punya bayangan and I like the idea of committed to love and to be loved. Bayangin aja, saat SMA itu gw suka sama guru. Bisa jadi karena gw mencari sosok dewasa, atau karena gw terlalu cupu untuk ngegebet cowok-cowok gaul Tarbak--alias ya emang gak ada pilihan, haha. Dan, gw pun secara noraknya di diary ngegambar gw sama si guru ini (dulu dia masih belum nikah, fyi) bersama 2 anak kami, semacam foto keluarga. HAHA, kzl kan.

Tentu saja tidak ada apa-apa di antara kami berdua waktu itu. Sering ngobrol iya sih karena beliau salah satu guru pembimbing pas Olimpiade juga. Gwnya aja geer, diajak ketemuan hepinya selangit, padahal doi cuma ngajak ke seminar MLM biar jadi downline-nya. Sad.

Tapi, si Hawa yang married-oriented ini tidak berhenti sampai sana. Beberapa kali had a crush on someone, I instantly had a wild imagination of how we're gonna be together. Pernah waktu itu sekalinya diimamin sama cowok yang gw suka terus langsung ngebayangin beli rumah bareng. Aib, ya ampun. Kalo kata temen gw sih, bisa jadi I'm looking for sosok "ayah" yang gak gw dapatkan because somehow I got issues with my father, jadinya kalau ketemu laki-laki yang baik jadi clingy.

But anyway, what I'm trying to say is... mungkin karena gw anaknya married-oriented dan setiap harinya melihat contoh mamah yang selalu serve untuk kebutuhan rumah, anak-anak, dan suaminya secara total, jadi terbentuk image di pikiran bahwa ya namanya istri harus begitu. Ngelayanin. And I think I'll be pretty good at serving. Since I'm a people-pleaser dan seneng aja gitu pakpikpek di (dan untuk) rumah, terus bikin-bikin sesuatu untuk orang yang gw sayang.

Jadi cita-citanya jadi istri? Iya dong. x))))

Tapi, di samping manut dan "it will be my honor and pleasure to serve you, husband" attitude, gw juga gak mau senunduk itu. Harapannya, gw dan suami bisa jadi partner yang equal. Yang "saya tahu kewajiban saya sebagai istri tapi saya juga ingin dihargai sebagai manusia". Yang sama-sama nyuci, sama-sama masak, sama-sama bersih-bersih rumah, sama-sama kerja. Biar aku yang hamil dan kamu yang benerin genteng dan basmi kecoa. :))))

Jadi stay-at-home wife juga gw rasa tidak seideal dan se-shantay itu sih. Pasti ada rasa bosen dan tertekan karena nyinyiran orang dan kemauan sendiri untuk berkarya. Maka, gw juga gak pengen sebenernya jadi full stay-at-home wife. Pengennya berada di lingkungan cerdas dan produktif menghasilkan sesuatu yang gw suka kemudian dibayar biar bisa jajan lipstik karena uangmu uangku tapi uangku uangku :)))  tapi masih ada waktu buat keluarga.

Cieee.. foto orang lain ini mah. Aku belum, nanti pas waktunya :p

Kok kayaknya dangkal banget ya cita-citanya? Ah, itu sih gimana sudut pandangnya aja. Maaf ya kalau post ini bikin ilfil. Gw rasanya bisa ngebayangin temen-temen gw yang udah nikah baca ini terus ngakak "in your dream nikah bisa segampang itu!". Yah, namanya belum nikah ya gimana.

By the way, I think I already discussed my dream job di postingan soal science communication itu. Postingan yang ini what I have in mind deep inside. :p

Sudah malam, bobo yuk.

Cheers!
#31dayswritingchallenge #day16

Thursday, July 20, 2017

Main Yuk

Dulu, jaman tingkat akhir kuliah, ada satu web yang sering banget dikunjungin sampe masuk ke-record di thumbnail frequent sites pas buka browser pertama kali. Tentu saja ya bukan portal jurnal atau Brook online (kayak ada aja versi online dari buku suci Mikrobiologi itu), melainkan..

games.co.id
*taraaaaaa :)))

Ini one-stop-online-gaming yang isinya game-game receh. Receh yang menghibur. Kami-kami (elu aja kali wa sama Mei :p) ini di "lab ruang makan" (yes, laboratorium yang merangkap ruang makan dan bobo) selalu sejam-dua jam di depan laptop serving burgers and milkshake di jam-jam rehat kami ternakin mikroba. Kadang mecahin kasus pembunuhan, kadang dandanin berbi, kadang nyusun puzzle sambil masak, kadang operasi caesar Elsa, atau main Zuma. Bahkan kalau diliat sekarang, ada game Fidget Spinner dong. Entah ngapain itu game-nya -_-.


Kek beginilah isinya

Saking absurdnya kadang bukan melepas lelah malah jadi kesel mainnya. But most of the time, dengan adanya game ini, setidaknya bisa escape sebentar dari rutinitas ngerjain TA. I know it was so long ago, tapi tadi entah kenapa keingetan games dot co dot id ini.

Boleh dicoba loh kalau pas ada wifi terus lagi geje dan pengen melakukan sesuatu yang gak mikir.

Cheers!
#31dayswritingchallenge #day16

P.S: Ngantuk banget rasanya malem ini, padahal berkegiatan juga gak banyak, mikir juga gak susah-susah. Hoam. Padahal tadinya ada topik yang kayanya seru untuk dibahas, but maybe next time. Good night.


Wednesday, July 19, 2017

Berlayar

Ada miliaran manusia di dunia, berbeda-beda negara, bahasa, dan mata. Meski manusia diberi Tuhan setidak-tidaknya dua mata, dua telinga, dan satu prosesor otak dengan rangka yang serupa, tapi ruh yang ditiupkan tidak sama.

Mengapa kita diciptakan berbeda? Untuk saling mengenal, belajar, dan meminjam "lensa" masing-masing. Berkelompoklah manusia yang lensanya mirip-mirip. Disebutkan sejarah bahwa kemudian satu kelompok dengan yang lainnya saling curiga, takut hasil buruannya direbut, khawatir mereka tahu tempat air lebih dulu dan meninggalkan kelompok yang lemah untuk mati.

Aku berjalan dan bertemu orang-orang. Berkawan dengan si ikal yang rumahnya terang-benderang. Aku diberikannya gula-gula dan diperlihatkannya kolam renang. Tapi mereka jarang di rumah dan ada satu lampu yang berkedip lemah. Kutinggalkan saja rumah itu lalu kembali berjalan bertemu orang-orang.

Aku naik perahu menyusuri sungai. Hendak kemana, tanya si penebang pohon. Tidak tahu, jawabku, lihat saja di depan ada apa. Lalu suatu waktu air merembes masuk. Panik, kutepikan perahu di sebuah petak pinggir sungai. Cukup nyaman untuk beristirahat sejenak.

Menjelang petang ada yang datang. Di pundaknya ada hasil buruan. Api terpercik dari gesekan batu dan seketika membentuk bayangan serupa langit sore yang bergerak-gerak. Kuhampiri saja dan memintanya untuk memperbaiki perahuku karena aku ingin beranjak. Lalu, aku disuruhnya pergi ke bukit mencari kayu. Begitu kayunya kudapat dan kulempar ke dekat perahu, ia malah geram. Tidak malam ini, katanya. Tangannya menunjuk sungai dan aku terkejut sungai berubah jadi hitam dan berputar-putar, arusnya tajam menghantam tepian tempatku berdiri.

Sebulan kemudian, badai masih meraung. Ingin kupulang saja, lewat jalan kebun labu yang sepertinya tidak jauh dari sini. Tak ada gula-gula, hanya jerami dan daging burung saja temanku di sini. Dan orang itu. Tidak henti aku dimintanya ke bukit mencari kayu, mengambil pelepah, dan mencari kain.

Untuk apa, tanyaku.
Perahumu butuh ini untuk ke kota, cetusnya.
Tahu dari mana aku akan ke sana, aku heran padahal selama ini kami hanya diam.
Karena aku pun ingin ke sana, pandangannya pahit. Tapi aku benci kota, pemimpinnya tidak mampu berpikir, semuanya culas dan ingin menang sendiri. Kelompok satu dengan lainnya saling mengambil senapan dan tak menghargai kerja keras.

Aku menghela napas. Tak pernah sebelumnya kubayangkan kota demikian. Aku terduduk dan memandang titik kota, jauh dan mengintimidasi. Tapi, kerabatku di kota yang berdagang roti membawaku kembali pada aroma manis setiap pagi di lorong sempit. Berkejaran melawan daun-daun yang merunduk rendah, memancarkan embun.

Aku meraih tangannya dan menceritakan apa yang kulihat. Ia memunggungiku selama seminggu, seolah tak mau percaya.

Aku tidak tahu caranya berlayar, maka ajariku.
Aku takut akan kekejaman kota, maka temaniku.

Esok harinya, ketika angin pagi memeluk bersahabat, kami membuat perahu dan mengumpulkan bekal. Lalu, saat matahari naik di atas kepala, saat keringat sebagian mengucur sebagian menguap, aku melihatnya tersenyum dan menawarkan tangannya.

Kusambut tangan itu dan kami pun berlayar.

Menemui ruh-ruh dalam rangka manusia dengan mata yang berbeda-beda. Mencoba berkompromi dengan si penjual nira. Melawan rasa takut untuk membentangkan kain layar. Menjaga kayu agar tidak cepat lapuk. Meneropong ke ujung sungai. Memupuk harapan akan kota yang dapat dipijak dengan sejahtera.

----

Malam ini hujan. Bawaannya langsung pengen nulis sajak yang abstrak. Tidak bermaksud apa-apa, tapi juga ingin menyampaikan makna.

Cheers!
#31dayswritingchallenge #day15

Tuesday, July 18, 2017

Temen kantor resign itu...

...sedih!

Rasanya, mau yang deket atau yang gak begitu deket, ketika ada orang kantor yang resign itu, jadi merasa kehilangan.

Yang kepikiran pertama adalah: kenapa? Apa yang membuatnya meninggalkan tempat ini? What bothers them here? Should I be bothered too by that?

Yang kedua adalah: temen resign itu memberikan sense kalau mereka "bergerak". Padahal timeline orang beda-beda, yang dimaksud "bergerak" juga beda-beda. Tapi ya dengan literally mereka "pindah" ke tempat bukan-di-sini-lagi jadi seolah-olah mereka "going somewhere"--which is both literally and the metaphorical one. To which makes me think; "should I be going somewhere too?"

Ketiga, ini kalau yang deket sih, right when I know the person is going to leave, I instantly imagine the office life without them. Ya ini lah sisi sedihnya dari perpisahan, yang tadinya biasanya ada jadi gak ada. Padahal mungkin bisa-bisa aja hidup normal dengan harus berpisah. Kalo yang ini makes me thinking, "terus nanti kalau mau ini (yang biasa dilakukan sama orangnya), jadi sendirian dong aku?"

Overthinking? Maybe. :p

Tapi, di kasus yang sekarang, plis jangan geer ya, Abdy!

Jadi, hari Jumat kemarin ada temen kantor yang resign. Namanya Abdy. Alias Om Badut. Orangnya absurd, susah serius, mau disuruh-suruh, suka ngambilin perkedelnya Bibi. Kalau booking futsal suka ngaku-ngaku namanya Joni. Kalau bikin password wifi antara "maugakjadipacaraku" atau "akusayangkamu". Sholeh (inisiator sholat ke mesjid) dan nikah muda--yang dari kelakuannya bikin kita mikir jangan-jangan calon mertuanya dulu saking lelah ngadepin si Abdy jadi yaudah deh gitu nikah aja biar cepet urusannya :)))

Ini orangnya nih:


Nih duet Abdy-Iqbal ibarat Andre-Sule/Vincent-Desta/Danang-Darto yang banyolannya ditunggu-tunggu orang. Iqbal (yang kemeja kotak-kotak) juga pasti ngerasa kehilangan. Kalau basa Sundanya mah "euweuh layan". Frekuensi absurdnya sama, tektokan imajinasi drama mendadaknya juga lancar, cem dua orang lagi main pingpong.

But anyway, life goes on. Semoga kita sukses di jalannya masing-masing ya, Abdy dan semua yang udah resign! 'Til we meet again. :)



Cheers!
#31dayswritingchallenge #day14

Monday, July 17, 2017

Gem ef Thrans

Yaay!

Game of Thrones season 7 udah tayang! Although tentu saja source nontonnya ilegal, dapet dari donlotan temen yang untungnya ada aja yang nonton GoT di tiap kantor gw berada. Hihi.

Ada untungnya dulu mau-mau aja pas waktu ditawarin temen untuk nonton GoT, sekitar 2011 akhir (berarti pas season berapa tuh ya?). Jadi sekarang bisa ikutan hype hahaha *insert intentionally smug face*. Waktu itu emang lagi nyari film and he recommended it:

"Nih, mau gak nonton Game of Thrones?"
"Apaan tuh?"
"Fantasi gitu, kerajaan, perang-perangan, kaya Lord of the Rings. Tapi ini lebih kompleks. Seru, lah."

Well, damn yeah it's a very complex drama. "Perang-perangan" seemed a cute word, turned out GoT ini gak lagi perang aja lots of violence diliatin secara gamblang aja gitu. Potong leher, nusuk jantung, darah muncrat. Nudity and sexual activity juga gak malu-malu ditampilin. Makanya, katanya, GoT ini adalah porn in disguise.

Awal-awal nonton GoT tuh rasanya dalam hati banyak "ih". Lama-lama ngeliat orang dipenggal, digantung, dibakar, ditusuk, atau dihancurin kepalanya jadi biasa aja. Ya takut sih, tapi jadi gak sekaget dulu. Tapi memang konflik dan plotnya that makes me stay. Kadang the act of violence bukan karena si kejamnya yang bikin kaget tapi the story behind it yang bikin shrieking inside "whaaaaaaaaaat?!"

Ciri khas GoT juga adalah: tokoh utama belum tentu selamat. Kalau selama ini tokoh utama di film-film always make it when they're facing trouble, the troll author GRR Martin won't let the main characters win easily in a difficult situation, they even dead. But he claims that real life does work like that. Katanya, si GRR Martin ini pengen audiensnya merasakan was-was juga ketika seorang karakter favorit dikepung bahaya.

GRR Martin wont let the lovable characters live long in his story, lol.

Anyway, GoT ini emang seru kok. Worth to watch. i don't know if it is worth to read juga, belum baca bukunya soalnya. For me, ini series yang gw nikmati plotnya, yang got me excited when threre's new episode karena pengen tahu lanjutannya (and I hate spoilers!!). Tapi emang ga se-obssesed Sherlock and probably I won't rewatch episodes over and over again like I do with The Big Bang Theory. GoT is like versi dewasanya tontonan genre fantasy gw setelah dulu pas remaja (remajaaaaa dong bahasanya) tontonannya Harry Potter dan Lord of the Rings.

So, GoT fellow, brace yourself, winter is finally here. Anyway, S7E1 udah tayang sebenernya tapi gw belom nontooooon, aaaah! There are already memes lurking around, for internet is dark and full of spoilers!

Cheers!
#31dayswritingchallenge #day13

Sunday, July 16, 2017

Good Ol' Buble

Kesampingkan dulu Despacito, Shape of You, dan Versace on the Floor untuk sejenak. *dipikir-pikir kok tiga-tiganya topik lagunya agak bokep ya? ckck, lagu sekarang (geleng-geleng pala padahal ikut joget)

Eh gw suka kok lagu-lagu itu tapi karena lagu kekinian emang tune-nya joget, dugem lyfe, dan hampir diputer di semua speaker dan channel musik, jadi overrated dan bosen. Jadi, di malam yang mencapai 18 derajat di daerah Dago ini, let's slow down with my all-time favorite; Michael Buble.


Ah, I always fall in love with his voice. He sings effortlessly smooth and touch the heart of my melancholic heart.

I miss this version of Buble. Good old Buble who sings jazz and swing. Not his original songs, of course, because just like this "Dream A Little Dream", most of the songs in Buble's first albums are remakes of old songs. Mungkin karena pertama kali denger lagu-lagu jadul itu dari Buble, jadi versi Buble adalah versi yang terbaik menurut gw, even kalau dibandingin sama penyanyi aslinya.

Kalau gak salah, Buble ini diorbitkan oleh David Foster--yang kemudian mengolah dan mencetak Buble sebagai penyanyi swing. Label itu melekat di sosok Michael Buble until one day, lupa album yang mana dan tahun berapa, Buble tried to crawl out from his image as a jazz/swing singer. He started to write and produce his own song--which is more like a pop, easy-listening song. Alay sih nggak, tapi kok ya Buble versi demikian gak enjoyable lagi--menurut gw tentunya.

Bring me my good ol' Buble. :'(

Tapi rumornya sih, Buble sendiri yang gak pengen dilabel sebagai jazz/swing singer. He tired of it and wanted to make something yang "lebih dia". Jadilah "Haven't Met You Yet" (ini masih enak), "It's A Beautiful Day" (err), dan "Hollywood" (hmm no).

Well, kalo emang itu maunya Buble dan bikin dia enjoy what he's doing ya yaudah. Siape eluuu? Kenal aja kagak. :))))

I'll just sit here and replay all the sweet sweet songs of swingy Buble. <3 font="">
Good night.

Cheers!
#31dayswritingchallenge #day12