Hey, hey, hey.
Gila udah lama rasanya gw gak nulis, dan baca. Bisa hilang akal lama-lama. Like, literally lose my mind. I can rambling about how my current work state somehow makes me like this and write an essay about it but not tonight.
Kita review buku dan film, yuk!
Sebagai bagian dari pengobatan hilang akal, gw pun harus kembali berteman dengan buku. Diambillah sebuah buku yang sudah lama antri di to-read-list di rak buku. Buku itu adalah Terima Kasih Bapak yang ditulis oleh temen gw sendiri, Yosay.
(Not so) fun fact: gw udah beli buku ini kayak 2 bulanan yang lalu (gak lama setelah launch di tobuk Indonesia) tapi gak dibaca-baca karena alasan emosional. Iya maapin aku anaknya baperan. :))
Dari judulnya, kita bisa menebak apa intisari bukunya bukan? Tentu saja bukan tentang mejik Alohomora dengan anjing berkepala tiga, atau romansa hari Sabtu di lapangan basket bersama kakak kelas. Yosay herself wanted it to be straightforward, just like when she asked me in choosing its title. I was suggesting some kinds like "Dasi Bapak", "Bapak, Jalan Yuk!" and other metaphorical title but she was like: "aku sih pengen yang langsung to the point aja mengungkapkan rasa terima kasih buat bapak". Maka, jadilah buku yang berisi daftar nasihat bapak(nya Yosay) yang menginspirasi hidupnya.
Sedikitnya gw tahu hubungan mesra Yosay dengan bapaknya, and such a great influence he is to her. I was emotional because I don't have that kind of relationship. I was afraid of comparing my father to her, of how her father did something that mine didn't--you know, that kind of stuff. There was a little bit anger (or envy?) as well, to be honest.
So I gave myself time, quite a long. Gw inget ada beberapa kejadian semenjak gw beli buku itu yang bikin mikir soal orangtua, dan long story short, akhirnya gw pun "siap" untuk baca. Padahal bukunya tipis dengan font berukuran besar, porsi yang cukup dihabiskan dalam satu kali perjalanan kereta Jakarta - Bandung. Emang lebay aja lu, wa. :)))
Dengan gw yang sudah meditasi sebelumnya, maka gw pun bisa melihat dengan objektif saja tentang bukunya. Congrats and well done, Say. Nulis buku ini adalah salah satu dari keberanian kamu yang macem-macem bentuknya. Isinya sangat Yosay sih sebetulnya, ibarat lagi baca blognya.
Ada 12 bab disuguhkan Yosay yang masing-masingnya memuat kisah inspiratif dari sang Bapak yang kemudian membekas di benak Yosay kecil sampai sekarang dewasa. Nilai-nilai baik seperti toleransi, kerja keras, tanggung jawab, gemar belajar, sampai bahkan soal kebangsaan diselipkan di setiap percakapan ayah-anak tersebut. Bapaknya menjadi teladan yang figurnya sangat kuat bagi Yosay sehingga semua tindakan, pikiran, ucapan Yosay sebagai anak pertama berkiblat pada sosok Bapak.
Di setiap babnya gw menemukan esensinya masing-masing dan memang sesuatu yang patut diresapi. Bagi gw pribadi, hal-hal tersebut adalah pengingat bagi diri sendiri sebagai manusia dan juga sebagai calon orangtua kalau nanti dipercaya punya anak. Untungnya, pikiran "yah tapi kan bokap gw gak kayak gini" mulai menepi walau masih mengintip dari sudut batin. Intinya, bukan untuk membandingkan lagi, tapi gw bacanya sebagai pembelajaran.
Gw pun berpikir bahwa sejatinya semua orangtua mencintai kita sebagai anaknya, hanya saja caranya berbeda-beda. Gw yakin bapak gw pun sama cintanya, tapi sayangnya pola komunikasi yang tidak terbentuk dengan baik menghambat kemesraan dan nilai-nilai hidup yang perlu diturunkan. Tapiii, that doesn't mean I can't learn something from him because I do learn a lot. And I feel grateful for that.
Lucunya, gw tidak sendiri dalam struggle baca buku ini sebetulnya, hehe. Tapi kalau kalian gak aneh kayak gw dan butuh bacaan inspiratif, it is nice to peek a glimpse of how fatherly love shape the mind of a bright daughter. Pick a value and try to contemplate it in an aspect of your life.
Nah, ini ibarat semesta mendukung banget sih. Jadi setelah gw baca buku itu, selang beberapa waktu, gw nonton The Judge. Pemain utamanya Iron Man (please, RDJ itu terlahir untuk memerankan Tony Stark!) dan katanya film ini masuk kategori award something. Inti ceritanya menarasikan hubungan ayah dengan anak laki-lakinya yang tidak harmonis, dan bagaimana keduanya menghadapi hal itu dengan pergumulan batin masing-masing. Karena baru aja kemarin malem diberesin filmnya--iya, nontonnya kebagi dua sesi gitu--jadi rasanya pengen gw ceritain di sini. Tapi panjang banget yak untuk post ini.
Baik pemirsa. Waktunya break dulu ya. Go take a bath or have your meal. Kita lanjutkan setelah pariwara berikut.
Cheers!
you give me strength to write book again hahahah
ReplyDeleteberita lagitop
ReplyDelete