Wednesday, December 8, 2010

Hermawan Aksan's Guide to Keep Writing

Setelah mendapatkan pelajaran kalau membuat Executive Summary dalam business plan ga boleh disamain kayak bikin cerpen, hari ini juga gue mendapatkan pelajaran dari Bapak Hermawan Aksan tentang bagaimana menjaga spirit menulis itu. Yihi, cukup inspiring sampai gue merasa harus menyempatkan nulis ini sedang besok ujian ILMU GIZI PANGAN JAM 7 PAGI DIMANA OTAK SAYA ISINYA MASIH 0% DAN BAHAN UJIANNYA LEBIH BANYAK DARI BULU KAKI ORANG YANG PALING GONDRONG SEKALIPUN. Sigh.


Saat presentasi business plan tadi, kata evaluatornya--or investor or whoever he is--executive summary business plan kelompok gue tidak menarik dan ga ada isinya. Dan yang bikin executive summary itu saya loh, teman-teman. Katanya, kalau dia investor yang lagi milihin business plan, dia akan mencampakkan business plan kelompok gue begitu saja karena executive summarynya sama sekali ga menarik.


Memang ada benernya juga sih, gue terlalu banyak blabbing latar belakang dengan diksi yang mungkin lebih cocok untuk cerpen. Okay, at least I've learned something.


Siangnya, gue berpetualang mencari Horcrux bersama Ferdy dan Dimas. Haha, bagi gue yang orang Bandung utara emang ga familiar dengan daerah Bandung selatan dan sekitarnya. Jadi perjalanan kesana berasa kemanaaa gitu, naik bis Damri disambung naik angkot, plus turun di tempat yang salah, jadinya nyasar sedikit di tengah gerimis. Tujuan kita adalah kantor Tribun Jabar di Jalan Sekelimus, daerah Soekarno-Hatta, untuk mengambil liontin RAB yang dicuri sama wartawan Tribun Jabar. Kita bertiga sampe harus minum Polyjuice Potion dulu baru bisa masuk kesana. Oh yeah, sekarang Ministry of Magic udah pindah ke Jalan Sekelimus. Kaget kan? J. K. Rowling aja ga tau.


Haha, kidding. Kita kesana untuk bertemu Pak Hermawan Aksan, sang redaktur yang menjadi narasumber wawancara tugas Jurnalisme kita.


Dari ngobrol-ngobrol, beliau memberikan suatu pernyataan sekaligus tips yang sedang gue lakukan sekarang. Ketika gue cerita dulu suka nulis tapi sekarang ngga gara-gara ngga ada waktu, beliau menepis,


"Saya ngga percaya ngga ada waktu. Pasti selalu ada waktu. Di luar kegiatan kuliah. Selalu ada waktu buat nonton kan? Untuk main game? Atau untuk smsan lah. Pasti ada waktu. Menulislah barang 15 menit, tiap hari. Daripada waktunya dipake bengong kan mending dipake nulis."


Hmmmm... kayaknya gue harus mencetak poster yang gambarnya Pak Aksan lagi ngomong petuah itu. Biar inget terus kalau pasti selalu ada waktu untuk menulis. Kalau kita bilang ga ada waktu, berarti itu cuma akal-akalan setan aja yang ga sudi kita nulis (setan jaman sekarang ga cuma ngelarang kita ibadah loh, sotoy :p).



Dimas, Pak Hermawan Aksan, saya--yang paling pendek (hiks)


I'll try, Sir. Memang harus didorong oleh kemauan yang keras untuk memulai dan mempertahankan kebiasaan menulis-15-menit-setiap-hari itu. Kemauan untuk menjadi penulis. Bukankah gue selalu ingin menjadi penulis? 
Oh yes, I do and I always will. :)


Cheers!

No comments:

Post a Comment