Sunday, January 2, 2011

Happy (Surviving) New Year

Hey, happy new year 2011 for all of you! May this year brings us better and happier, amin :)

You know what, I didn't spend my new year's eve cheerfully with fireworks or so, neither BBQ-ing with friends or family. Nope. Gue sendirian di rumah. Nonton White Collar, dan terkantuk-kantuk di kamar saat orang-orang counting down to 00:00 am, lalu gue tidur. The next morning I woke up, just like the other days.
Ah, don't call me skeptical about new year. I did so much things last year, some made me so grateful and happy, some made me regret and feel like a loser. But also I do have plans for a year ahead. I just don't want to make a list in the very first day of 2011. Just let it flows and see where the fate is taking us.

Talking about fate, saat gue mindah-mindahin data ke komputer ini, hal yang menjadi favorit gue adalah namain folder buat ngebagi-bagi file-file yang gue punya. And voila, ada 3 folder yang merangkum file-file itu. 
I named it:
folder I am a Microbiologist (berisi file-file kuliah--awalnya namanya 'Kuliah', but to make it's like a cool job, I changed it :p)
folder I am a Writer (berisi cerpen-cerpen, cerita panjang yang ga jadi-jadi, dan semua karya tulisan gue)
folder I am a Designer (karena gue mulai bisa bikin-bikin sesuatu dengan Corel Draw, jadi gue tampung semua coretan amatir gue disini)

Dan ternyata dipikir-pikir memang itulah kehidupan gue sehari-hari. Apapun yang gue kerjain, pasti berhubungan dengan 3 kerjaan itu. Majornya sih memang kuliah mikrobiologi gue, tapi saat liburan gini, gue sangat ingin mengasah kemampuan menulis dan desain itu--yang sebetulnya adalah dream job gue :p

Sebetulnya ada satu folder lagi yang gue tambahin tadi. Apa itu?
I am a wife :)
Yep, I always want to be. The good one, of course. And the way to get man's heart is through his stomach, right? So, gue pengeeeeeeeeen banget bisa masak. Suami mana yang ga sayang istri dan betah di rumah kalo istrinya jago masak? Hihihi :")

Folder itu masih kosong sih, tapi gue berencana untuk mengisinya dengan resep-resep. I love cooking! And these are my favorite chefs: Farah Quinn and Bara Pattiradjawane. You both are the coolest chef on earth :D

 Bara Pattiradjawane [source]
Farah Quinn [source]

Oh yeah, I have so much dreams. So run for it and keep the spirit alive! Survive a new year, fellas!

Cheers!

1 comment:

  1. Sesungguhnya Islam telah mengatur kehidupan manusia dengan standar yang paripurna, menyeluruh (syamil), dan diletakkan atas dasar keadilan dan keseimbangan. Seperti yang terfirmankan dalam “Maka berbuatlah adil-lah karena keadilan mendekatkan kepada taqwa” (QS. Al Maidah: 8 ) dan “Dan tegakkanlah keseimbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi keseimbangannya” (QS. Ar Rahman : 9).

    Terkadang ketidakmengertian tentang fungsi hak dan kewajiban suami istri inilah yang menjadikan prahara dalam rumah tangga. Karena satu dan yang lainnya saling berebut mencari pembenaran diri, mana yang menjadi hak yang harus dipenuhi oleh pihak yang lain. Salah satunya adalah dalam urusan memasak. Saya bukanlah seorang penganut fahm patriarkhi yang menganggap kaum lelaki lebih superior dibanding perempuan. Namun juga bukan seorang pendukung gender, yang menganggap setaranya lelaki dan perempuan. Tapi mencoba memandang dari kacamata Islam nan syamil wa mutakamil.

    Suami Harus Bisa Memasak

    Nah kita kembali pada konsep keadilan dan keseimbangan. Jika, tadi kita telah menelisik kewajiban istri yang pandai memasak, ternyata bukanlah hal yang wajib sepenuhnya, berarti yang mendapat kewajiban memasak adalah para suami. Hmm, tenang bapak-bapak jangan emosi dulu, kita bedah satu per satu. Pertama dari sisi definisi nafaqah. Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah menjelaskan definisi nafaqah sebagai mencukupi segala kebutuhan istri yang mencakup makanan, tempat tinggal, pelayanan dan obat-obatan, meskipun dia orang kaya. Hukum memberikan nafkah adalah wajib berdasarkan Qur’an, Sunnah, dan Ijma’.

    Dalam kaidah ushul fiqh yang saya kutip dari kitab Syaikh Utsaimin Al Ushul min ‘Ilmil Ushul didapati sebuah kaidah, bahwa bila sesuatu yang terhukumi wajib tidak akan sempurna jika tidak ada sesuatu yang lain, maka sesuatu yang lain itu terhukumi wajib juga. Maa laa yatimmu al waajibu illaa bihi fa huwa waajib atau dalam kaidah yang lebih umum Al wasa’ilu laha ahkamul maqhosid. Sarana itu mempunyai hukum yang sama dengan tujuan. Jadi bila memberikan nafaqah kepada istri adalah sebuah bentuk kewajiban. Dan memberikan makanan kepada istri adalah bentuk nafkah juga yang berarti terhukumi sebagai kewajiban.

    Nah masalahnya, makanan tidak akan ada bila tidak melalui proses pengolahan atau pemasakan. Tidak mungkin kan, istri kita berikan beras lalu dia memakannnya? Tentulah beras tersebut harus diolah terlebih dahulu menjadi nasi, dan makan nasi tanpa lauk pauk dan sayur juga rasanya aneh, maka perlu juga mengolah sayur dan lauk-pauk sebagai teman nasi. Barulah nasi tadi di santap oleh istri kita. Kalau demikian memberikan makan kepada istri atau pemberian nafkah tadi yang merupakan kewajiban itu, menjadi belum sempurna bila tidak dibarengi oleh kemampuan mengolah masakan.

    Padahal dalam kaidah ushul fiqh dijelaskan bahwa sesuatu yang wajib namun tidak akan sempurna bila tidak adanya sesuatu yang lain dan menjadikan sesuatu yang lain itu wajib terhukumi wajib juga. Maka bisa ditarik kesimpulan bahwa seorang suami wajib memiliki kemampuan untuk memasak juga, untuk menyempurnakan kewajibannnya menafkahi istri. Tapi tenang, setiap yang wajib pasti ada rukhshah. Setiap yang wajib pasti ada keringanan untuk menjalaninya. Dan Allah tidak menghendaki kesukaran justru menghendaki kemudahan bagi hamba-hambaNya, Allah pun tidak akan membebani hamba melebihi kemampuannya. Jadi asalkan sudah terniati insya Allah sudah berpahala, selanjutnya akan lebih romantis ketika suami dan istri saling belajar bersama untuk memasak.

    Jadi tidak perlu risau ketika mendapati istri kita tidak pandai memasak, karena kita pada dasarnya menikah untuk mencari istri bukan mencari tukang masak, bukan begitu?

    Wallahu a’lam bishawab.

    ReplyDelete