Friday, August 17, 2012

Money Can't Buy You A Happiness (??)

Kata orang, uang ga bisa membeli kebahagiaan. “Money can't buy you a happiness.”
Kata gue, itu bohong besar.

Munafik banget orang yang ngomong kaya gitu. Well yeah, maybe at a certain level of wealth, you reach a moment when money can’t get you a thing anymore. Which means, semua kebutuhan pokok; sandang, pangan, papan,dan gadget (oh hell yeah, di jaman ketika tukang ojek dan tukang sayur dipanggil melalui sms, gadget adalah kebutuhan pokok, apapun bentuknya, minimal handphone) sudah terpenuhi. Ini termasuk sandang, misalnya, money can’t buy you happiness adalah saat lo udah punya semua model baju yang lo pengen, ketika lo pengen sebuah pakaian dan itu gampang terealisasikan. Satu-satunya baju yang ngga lo beli mungkin kostum dagingnya Lady Gaga. Pangan, satu kasus sama sandang. You name it.

Maksud gue gini, ini bukannya kufur nikmat atau mengagung-agungkan uang. But let’s be rational about it. We live in the world where there’s no free lunch. Kayanya konteks "free lunch" ini lebih ke “lo ga bisa dapetin sesuatu tanpa berusaha”, but since I don’t know what other phrase could fit, so yeah. Eh ada tuh free lunch, di kaya tempat-tempat sosial gitu. Iye, itu yang masak kira-kira dapet beras darimana? Jatuh aja gitu dari langit tiba-tiba ada nasi timbel? Beras sekilo harganya 8000-12000 rupiah, kawan. Mudah bagi Allah untuk kun fayakun, jadilah hujan gorengan. Ga akan ada orang susah, kerempeng, malnutrisi, dan mati kelaparan. Tapi ini ngga kan? Pun Allah tidak menjadikan uang 100.000 nyelip gitu aja di buah manggis misalnya. Ini kaya menjadikan bahwa uang ya harus dicari. Dan karena dicari itu, ketika mendapatkannya, it brings you happiness.

Uang memang bukan segalanya, tapi kita ga bisa hidup tanpa uang. Yes, there is a society who lives without money, people call it the primitives. Suku-suku yang hidupnya jauh dari hingar-bingar modernitas, kaya yang di Ethnic Runaway itu loh. If you say “money doesn’t buy a happiness”, then I will reply, “make your way to the primitives”.


Gue teringat percakapan beberapa waktu lalu dengan seorang teman. Dia ini temen SMP gue yang juga satu kampus. Dari SMP, dia emang cemerlang anaknya, jago matematika, sedangkan gue berhitung saja sulit. Just recently, temen gue ini lulus S2, sedang gue hidup saja sulit. Jadi waktu itu percakapan kita berlanjut pada ngomongin kuliah versus kerja. Dan temen gue ini berkata:

T: “Ih wa, gimana juga enakan sekolah lagi tau. Kita bebas dengan pikiran kita, ga dikekang orang. Kalau kerja disuruh-suruh orang mulu. Coba sekolah, hanya kita dan otak kita, merdeka.”

Gue diam. Hanya menanggapi dengan anggukan dan senyum.

Here’s the thing, while there’s a million of people who live in a real poverty, hidup gue sih tidak kekurangan. Gue masih bisa makan enak, di badan masih melekat pakaian layak, dan tidur masih di kasur nyaman. Kebutuhan primer masih terpenuhi, alhamdulillah. 
Let’s just say it: terbatas. 
Terbatas dalam artian, gue terbatas untuk megang uang sendiri.

Maka, gue yang berpikiran naif bahwa kerja = uang, berpikir sebaliknya dari temen gue itu. Saat diam itu, gue berpikir “ya mendingan kerja lah, dapet duit”. Intinya sih, dari situ gue berpikir tentang kemerdekaan finansial. Dunia ini emang ga ada yang hitam putih, yang namanya uang bisa datang dari mana aja. Kuliah sampe mampus juga bisa kok menghasilkan uang. Biasanya kalau udah studi S3 kesono emang mainannya proyek yang digaji tinggi. Dan kerja juga mungkin ga selamanya indah, mungkin kena marah bos, lembur, proposal gagal, dll dll. Dan jaman sekarang, pilihan ga cuma kuliah atau kerja, jalur entrepreneur kan lagi banyak diminati. Apapun jalannya, pasti ada enak ga enaknya. Dan apapun itu juga, money will be always with you, either as a blessing or a disaster.

Gue sih saat itu, dengan kondisi keuangan pribadi yang seperti “ini”, berpikir bahwa kemerdekaan finansial sounds more fun than intellectual independence.

To illustrate, waktu itu gue ngomongin topik ini sama Mei.
M : “Aku juga pengen bisa beliin sarung buat Bapa aku. Sekarang mah belum bisa.”
H:  “Itu dia, Mei. Kalau sekarang kondisi km terbatas, ga bisa beliin sarung buat Bapa kamu. Nanti, ketika kamu punya cukup uang, kamu BEBAS nentuin sarung mana yang mau kamu beli. Mau Cap Gajah Duduk, mau yang motifnya salur, apa kotak-kotak, kamu bebas nentuin. Satu-satunya yang bikin kamu bingung adalah motif, bukan uangnya. Itu yang aku sebut kemerdekaan finansial.”

Ini pure pemikiran gue aja ya, kalau ada yang ga setuju atau gimana, ya monggo. Gue pun tidak menganggap kemerdekaan intelektual tidak penting. Nulis di blog ini adalah salah satu bentuk kemerdekaan to express my thoughts. Setiap orang punya pemikiran yang beda-beda, dan itu terbentuk dari ketika kita kecil sampai sekarang. Nilai-nilai yang ditanamkan orangtua, lingkungan keluarga dan teman akan sangat berpengaruh. If you want to really understand it, you have to walk on my shoes. And fyi, sekarang gue belum kerja ataupun kuliah (lagi). Jadi kalau ada yang berpikir bahwa gue such a grumpy and pathetic pengangguran, ya silahkan saja. Actually, I am pleased bahwa ada yang baca sampai sepanjang ini. :p

Hey, what a coincidence banget ya ini ngomongin kemerdekaan dan hari ini tanggal 17 Agustus. Jadi, buat gue, kemerdekaan yang belum diraih adalah kemerdekaan finansial. Because money DOES buy you a happiness.
What’s yours?

Cheers!
Dirgahayu Indonesiaku! :)

2 comments:

  1. hahaha.. menarik menarik.
    Kamu kayaknya nulis ini sambil emosional ya.
    Emosinya sampai lho ke pembaca.

    Sejujurnya, yang dulu bikin aku lebih memilih kerja daripada kuliah setelah lulus salah satunya adalah faktor uang atau seperti yang kamu maksud disini kebebasan finansial.

    Dan kalau mau ditarik lebih dalam, seperti percakapan kamu sama Mei. Kalau punya kebebasan finansial, bisa beliin bapak sarung, ga perlu mikirin uangnya, cukup pikirin motifnya.

    Atau dengan kata lain, kebebasan finansial bikin kamu nggak mikir kalau mau berbagi dengan lebih banyak org :). Kalau niatnya untuk ngebantu, Insya Allah jalannya dimudahin wa.

    aaannyywwaaayy.... tulisan yg bagus wa, as usual :)

    ReplyDelete
  2. hahaha maap ya, iya emang lagi emosional :p

    itu dia, aku sih ga berpikiran untuk rule the world dan beli bom nuklir iran buat bikin perang dunia dengan uang yang aku punya ketika kaya (well, mungkin sekarang sih belum kepikiran :p), I just simply want to have a control of my own life, financially.

    agama kita menyuruh kita kaya kok (lupa ada di hadis apa di ayat), karena orang susah yg kelaparan ga akan kenyang gitu aja kalo kita kasih senyum, orang akan kenyang dengan makanan yang kita beli dengan uang!
    *jadi emosi lagi, hehe

    btw, thank you, love :*

    ReplyDelete