Last post was really an emotional one. Well, in my defense, aren't we all emotional? That's what humans do. The thing is, yes I feel depressed but life goes on. Allah wont test a person beyond his/her capabilities, right?
That motivational poster says it all. That is basically what I am doing right now.
Right, okay. Back to business.
This is a continuation of the truth about my job and how people perceive it and how I cope with it. It came to me that actually it is my family who really need a proper explanation about my job. Because I've been receiving most of doubts from them. My close friends are pretty understand with what I do right now and my not-so-close friends are probably just don't care. But since I can't talk overtly with my family, well yeah, I guess I'll write it down here. It's also for readers who have a slight attention on what I do (saha oge sih haha).
Question #1: "Kok (kerjaannya) gak nyambung sama kuliah?"
Alasan kenapa gw mengambil pekerjaan ini karena gw hobi menulis dan membuat cerita. Walaupun pusat utama seorang instructional designer (idealnya) tidak di bagaimana membangun cerita dan merangkai kata yang indah, tapi dalam prakteknya ranah inilah yang banyak gw pegang sampe tahun ketiga ini--sampai akhirnya selama setahun belakangan gw dibantu seorang copywriter.
Memang pekerjaan ini tidak secara langsung berhubungan dengan mikrobiologi. Tapi, yang gw lihat dan rasakan menjadi sarjana S1 Mikrobiologi lulusan ITB itu bukan hanya bawa bekal ilmunya aja, tapi juga cara berpikir logis yang ternyata nggak semua orang punya. Gw pikir apa yang gw punya ini orang lain juga punya. Ternyata nggak juga. Fokus, bertahan baca materi panjang dan mengolahnya lagi jadi sesuatu yang bisa dipahami, dan detail untuk kualitas ternyata jadi kekuatan gw di Pinteraktif. And I feel grateful for that. Tidak ada yang sia-sia dari kuliah 4 tahun di ITB.
Question #2: "Kok kerja di tempat seperti itu?"
Betul, "kantor" kami bukan gedung tinggi yang indah dengan kerlip lampu mahal. Kantor kami "hanya" berupa rumah kecil yang tidak berada dalam kondisi terbaiknya. I'm sure my dad is the most disappointed person with it because he built a spacious house for a nice living but his daughter works 8 hours a day in a small damp place.
Hal ini sebetulnya juga dirasakan oleh beberapa rekan, nggak cuma gw. Yang kami tahu adalah konsep rumah ini adalah keingininan CEO kami juga. Sengaja konsep rumah karena beliau pengen auranya nyaman dan ga terlalu formal. Fun fact: kebanyakan kantor-kantor "kreatif" di Bandung juga ternyata memiliki konsep yang sama loh. Dan apa yang Pinteraktif punya ini dalam beberapa aspek lebih established kalau dibandingin sama yang lain (dalam pandangan gw). Ini kemudian nyambung sama apa yang gw tulis di post yang sebelumnya tentang melihat sisi kehidupan yang lain. Kondisi ini gw anggap sebagai blessing aja karena nggak semua orang punya kesempatan yang sama. Bahwa jangan melihat rendah sesuatu hanya karena lo merasa lebih baik dari sesuatu itu.
Satu hal lagi, Pinteraktif itu perkembangannya lumayan pesat. Perkembangan dalam hal penambahan karyawan, perbaikan produk dan jasa, jumlah klien, dan bisnis lainnya yang mungkin board of directors yang tahu. Yang selalu gw inget dari Mas Hendi (CEO kami) adalah lini bisnis Pinteraktif ini akan menjadi booming dalam waktu 5 atau 10 tahun dari sekarang. Di jaman internet of things, pendidikan berbasis teknologi akan menjadi tren dan Pinteraktif menjadi salah satu pionir penyedia jasa tersebut. Kami memang belum mencuri spotlight dan belum diliput koran, tapi kami bergerak.
Question #3: "Memangnya susah ya dapet pekerjaan di perusahaan besar?"
Before judging me as a lazy piece of shit, I want you to know that I had applied to many many companies before I decided to take the job as an instructional designer. Details here. Susah dapet pekerjaan di perusahaan besar? Well, ya, tentu saja! Mangga cobain sendiri.
Walaupun gw mengakui sih kalau ada faktor emosional di balik "ketidaksuksesan" memasuki perusahaan besar. As you may know, gw terbelah dua antara kerja dan S2. Hal itu juga yang membuat gw tidak mengerahkan semua kemampuan yang sebetulnya mungkin kalau fokus sih harusnya bisa nembus gitu.
Sekali lagi, ini adalah salah satu blessing yang nggak semua orang dapet. Rejeki temen-temen mungkin di perusahaan besar, rejeki gw di perusahaan start up bikinan alumni ITB yang passionate sama educational technology. I'm not them, they're not me. Stop comparing.
Question #4: "Nggak lanjut sekolah (S2 di luar)?"
Here's a frank answer: yes, I want to study abroad because I want to f- show it off on my social media. Hahahaha *insert evil laugh here*.
Oke, serius. Ya, gw mau sekolah lagi. Ini bukan jawaban wawancara beasiswa sih ya, mind you, this is my personal thought. Pertama, because my dad wants me to. He explicitly said that I should go study abroad before I get married. I'm not the very best of daughter so this is my chance to make him proud of me. Kedua, kenapa pengen di luar karena gw melihat dan merasakan bahwa hidup di negeri orang itu akan luar biasa mengembangkan karakter. Terpapar beragam budaya, menjadi masyarakat global, dan menghadapi tantangan yang mungkin nggak ditemukan di Indonesia yang pada akhirnya membantu kita menemukan diri sendiri *cailah, ngemeng. Ketiga, despite the strength points that Pinteraktif has, it's not all shiny. It has flaws. Dan kondisi itu yang sangat mendorong sebetulnya untuk mendapatkan lingkungan yang lebih baik. Why academic? Why don't you just resign and find other company to work? Silakan lihat alasan pertama. Lol. No, no, I have reasons, of course. Let's not discuss it on this post.
Bonus question: "Ngapain sih di Bandung?"
Ini mungkin lebih ke kekhawatiran pribadi sih. Hanya karena temen-temen gw yang terlihat sukses itu banyak yang di luar Bandung
Tapi, lihatlah. Keberadaan gw di Bandung ini mungkin untuk menjadi rejeki untuk orang lain. Rejekinya para tukang parkir, rejekinya pedagang baju di Baltos, rejekinya penjual martabak dan kue balok, rejekinya Vika yang gw traktir sushi kemarin, haha. Gw gak mau lanjut nyebutin satu-satu sih karena bukan hal-hal besar juga. Tapi yang gw pahami betul adalah ada sesuatu di gw yang menjadi rejeki bagi orang lain selama gw di Bandung. Juga berada di Bandung ini artinya masih bisa bertemu setiap hari dengan orang tua. That's a privilege. Though it's not all summer days. But, once again, I thank Allah for all of these.
You think I'm making up these reasons just to comfort myself. I don't know. Maybe you're right. But if I can't have a grip hold on myself, who should I rely on? If I can't be confidence with myself, how can I convince other about me? It is tough. Being me is not easy. I'm 10000% sure being you ain't easy as well.
Phew, that was a long reading, wasn't it? There you go, you have my confession, my ultimate truth. Now, let's work to get what we want, people! Semangat!
Cheers!
No comments:
Post a Comment